
Meskipun kisah tersebut tidak tercatat secara eksplisit dalam kitab suci, kepercayaan ini terus bertahan melalui cerita turun-temurun yang diwariskan secara lisan.
Selain itu, bulan Suro juga dianggap sebagai waktu khusus milik keraton atau keluarga kerajaan Jawa.
Masyarakat biasa merasa tidak pantas untuk melakukan hajatan di waktu yang sama karena takut mengganggu energi atau kekuatan spiritual yang sedang berlangsung.
Pandangan Islam: Tidak Ada Waktu yang Membawa Sial
Dalam pandangan Islam murni, tidak ada bulan atau hari yang membawa kesialan atau keberuntungan. Islam mengajarkan bahwa semua waktu adalah baik, dan larangan semacam itu tidak memiliki dasar dalam syariat.
Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur’an Surah An-Nur ayat 32, yang menyerukan umat Islam untuk menikahkan orang-orang yang sudah siap, tanpa membatasi waktu:
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nur: 32)
Ayat ini menunjukkan bahwa tidak ada larangan dalam Islam mengenai waktu pelaksanaan pernikahan.
Kepercayaan bahwa bulan tertentu seperti Suro membawa nasib buruk termasuk dalam kategori tahayul yang sebaiknya dihindari.
Islam melarang umatnya percaya pada hal-hal yang mengarah pada kesyirikan atau mempercayai sesuatu yang tidak didasarkan pada dalil yang sah.